Bangka Barat — Ramainya pemberitaan tentang seorang pengusaha meja goyang atau shaking table asal Dusun Pait Raya, Desa Belo Laut, Kecamatan Mentok, yang dikenal dengan sebutan TAYCOY, menjadi sorotan publik. Dalam beberapa hari terakhir, nama TAYCOY ramai diperbincangkan di berbagai grup WhatsApp warga Bangka Barat hingga Bangka Belitung. Isu tersebut menarik perhatian tim investigasi awak media untuk menelusuri lebih dalam dugaan aktivitas pengolahan timah yang berpotensi melanggar hukum.
Ketika tim investigasi tiba di lokasi, tampak sebuah bangunan beratap baja ringan berdiri tanpa plang nama perusahaan ataupun tanda kemitraan resmi dengan PT Timah Tbk maupun perusahaan legal lainnya. Dari pantauan lapangan, ditemukan bekas aktivitas meja goyang yang kini sudah tidak beroperasi. Aktivitas tersebut diduga dihentikan setelah pemberitaan kasus ini mencuat dan sejumlah barang bukti telah diamankan oleh pihak Polres Bangka Barat.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa pihak PT Timah telah melakukan pemeriksaan kadar timah pada barang bukti tersebut. Menurut sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya, bahan baku yang digunakan dalam aktivitas shaking table itu diduga berasal dari area WASRI PT Timah, berupa sisa hasil pencucian (SHP).
Padahal, seluruh material yang berada dalam area WASRI merupakan aset negara yang wajib dijaga dan tidak boleh diambil tanpa izin resmi. Dugaan kuat muncul bahwa praktik pengambilan SHP tersebut melibatkan pihak-pihak dari dalam perusahaan, mengingat kawasan itu dijaga oleh satuan keamanan (security) perusahaan.
Publik kini menyoroti agar Kapolres Bangka Barat AKBP Pradana Aditya Nugraha bersikap transparan dalam mengungkap jaringan di balik dugaan praktik ilegal tersebut. Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum menelusuri lebih dalam peran para mafia timah yang disinyalir telah merugikan keuangan negara.
Secara hukum, apabila benar bahwa sisa hasil pencucian timah (SHP) tersebut merupakan milik perusahaan pengolahan yang sah, maka tindakan mengambilnya tanpa izin dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian, sebagaimana diatur dalam Pasal 362 dan 363 KUHP dengan ancaman hukuman penjara bervariasi tergantung nilai barang dan kondisi perbuatannya.
Kini, masyarakat Bangka Barat menunggu langkah tegas dan penyelidikan terbuka dari pihak kepolisian. Transparansi dan akuntabilitas diharapkan menjadi kunci agar tidak muncul opini liar di tengah publik, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri dalam menegakkan supremasi hukum di sektor pertimahan Bangka Belitung.
(HR/TIM) 


0 comments:
Posting Komentar