Indramayu — Salah satu aktivis Indramayu, Rokhmat Firdaus, menyampaikan teguran keras kepada anggota DPR RI dari Partai NasDem, Muslim, atas pernyataannya yang mengusulkan masa jabatan anggota dewan diperpanjang hingga 10 tahun.
Menurut Rokhmat, pernyataan tersebut menunjukkan sikap elite politik yang semakin jauh dari nalar publik dan realitas demokrasi Indonesia.
"Usulan masa jabatan dewan menjadi 10 tahun itu tidak masuk akal dan tidak punya urgensi apa pun,apalagi dengan dasar mengembalikan modal. Ini bukan aspirasi rakyat, ini aspirasi politikus yang ingin mengamankan kursi," tegas Rokhmat saat dimintai keterangan, Jumat 21 November 2025.
Ia menilai, pernyataan tersebut justru menciderai prinsip dasar demokrasi yang mengedepankan pembatasan kekuasaan (limited government) dan kontrol periodik melalui pemilu.
"Indonesia bukan kerajaan. Kekuasaan harus diuji warga negara tiap lima tahun. Kalau masa jabatan diperpanjang jadi 10 tahun, di mana ruang kontrol rakyat? Di mana akuntabilitas? Ini sangat berbahaya bagi demokrasi," lanjutnya.
Rokhmat juga mengingatkan bahwa DPR saat ini sedang berada pada titik kepercayaan publik yang rendah, dan wacana semacam ini hanya memperburuk jarak antara rakyat dan wakilnya.
"Alih-alih fokus memperbaiki kinerja, memperkuat fungsi legislasi dan pengawasan, mereka malah sibuk merancang kenyamanan untuk diri sendiri. Ini ironi yang memalukan,ingat Prinsip etika politik → jabatan adalah mandat, bukan ladang keuntungan." ujarnya.
Aktivis tersebut meminta para anggota DPR RI, termasuk Muslim, untuk mencabut wacana tersebut serta meminta maaf kepada publik karena telah mengeluarkan pernyataan yang tidak sensitif terhadap situasi bangsa.
"Rakyat sedang berjuang menghadapi ekonomi sulit, harga kebutuhan naik, pengangguran tinggi. Namun yang justru mereka pikirkan adalah memperpanjang masa jabatan. Ini sangat tidak etis," kata Rokhmat.
Ia pun menegaskan bahwa masyarakat sipil, termasuk mahasiswa dan aktivis daerah, akan terus mengawal isu ini agar tidak berkembang menjadi agenda politik yang merugikan demokrasi Indonesia. (Wira/Team)


0 comments:
Posting Komentar