Belitung — Tim investigasi awak media menemukan dugaan praktik jual beli ilegal lahan milik PT Timah Tbk di Desa Bulutumbang, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung. Lahan seluas sekitar 60 hektare yang masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk itu diduga diperjualbelikan dan kini telah ditanami kelapa sawit.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, praktik tersebut diduga melibatkan anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Mochtar Motong alias Haji Tarek, dan seorang pengusaha sawit lokal bernama Ationg.
Lahan IUP Ditanami Sawit
Dari hasil penelusuran tim investigasi di lapangan, lahan seluas 60 hektare tersebut kini tampak telah ditanami pohon sawit. Di beberapa titik bahkan sedang dilakukan pemerataan jalan menggunakan alat berat yang diduga milik Ationg.
Aktivitas itu menimbulkan tanda tanya besar, sebab lahan tersebut berada di wilayah IUP PT Timah yang secara hukum tidak dapat diperjualbelikan atau dimanfaatkan untuk kegiatan di luar izin pertambangan.
Ationg Bantah Ada Transaksi
Saat dikonfirmasi, Ationg membantah tudingan adanya transaksi jual beli lahan tersebut. Ia menyebut dirinya hanya menjalankan perintah dari Haji Tarek untuk menanam sawit di atas lahan itu dengan sistem bagi hasil.
"Lahan itu 40 hektare, bukan 60. Haji Tarek yang suruh saya tanami sawit, supaya lahan tidak terbengkalai. Ada perjanjian bagi hasil saat panen nanti, tidak ada jual beli karena lahan itu masuk IUP PT Timah,"
ujar Ationg kepada awak media.
Keterlibatan Keluarga Anggota Dewan
Namun, keterangan berbeda disampaikan oleh narasumber berinisial L, yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia mengungkap adanya transaksi jual beli antara Haji Tarek dan Ationg dengan nilai mencapai Rp 3 miliar.
"Tanah itu 60 hektare dijual Haji Tarek ke bos Ationg, Rp 3 miliar. Bahkan ada tiga nama keluarga Haji Tarek yang ikut mengurus SKT (Surat Keterangan Tanah) atas sebagian lahan itu, yaitu MM, ML, dan H.M. Semua keluarga dekatnya,"
ungkap sumber tersebut dengan nada hati-hati.
Respons PT Timah Tbk
Menanggapi informasi tersebut, Ronanta, Kepala Wilayah PT Timah Tbk, menegaskan bahwa tidak dibenarkan adanya transaksi jual beli lahan di area IUP perusahaan.
"Sepengetahuan saya, tidak diperbolehkan adanya jual beli lahan di dalam wilayah IUP PT Timah. Lahan yang bisa dimanfaatkan hanyalah yang memiliki GRTT (Ganti Rugi Tanam Tumbuh). Sebagian lahan yang sudah ditanami sawit di sekitar lokasi juga telah kami laporkan ke Kejari, dan masih dalam proses,"
jelas Ronanta.
Ia menambahkan, PT Timah akan menindaklanjuti temuan tersebut jika ada data dan titik koordinat yang akurat.
"Silakan kirimkan data foto dan koordinatnya, nanti akan kami teruskan ke Kejari. Sudah banyak laporan serupa terkait pihak-pihak yang menguasai lahan tanpa izin PPLB (Pinjam Pakai Lahan Bersama)," tambahnya.
Potensi Kerugian Negara
Praktik jual beli dan penguasaan lahan IUP PT Timah secara ilegal bukan hanya melanggar hukum, tapi juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara.
PT Timah tetap diwajibkan membayar pajak atas lahan tersebut, sementara pihak lain memperoleh keuntungan ekonomi tanpa tanggung jawab hukum. Kondisi ini bisa menghambat aktivitas eksplorasi dan produksi perusahaan pelat merah itu.
Tim investigasi awak media mendesak PT Timah untuk segera memasang plang larangan aktivitas non-pertambangan di area IUP guna mencegah semakin meluasnya praktik ilegal.
Proses Hukum Berlanjut
Hingga berita ini diterbitkan, tim media masih menunggu perkembangan dari laporan yang disebut akan dilayangkan oleh pihak PT Timah melalui Ronanta ke Kejaksaan Negeri Tanjungpandan, Belitung.
Tim investigasi juga meminta Kejari segera mengambil langkah tegas terhadap dugaan praktik jual beli lahan IUP ini, karena jelas berpotensi merugikan negara serta mencoreng integritas pejabat publik yang disebut-sebut terlibat.
(HR/TIM)


0 comments:
Posting Komentar