Indramayu - Upaya mediasi antara Pemerintah Desa Kedungwungu dan para pedagang pasar yang dihadiri Kapolsek Anjatan dan Kasi trantib kembali menemui jalan buntu. Dalam audiensi yang digelar pada Senin (13/10/2025), para pedagang tetap bersikukuh menolak rencana revitalisasi pasar dengan berpegang pada dasar hukum yang mereka klaim berasal dari peraturan desa tahun 2010.
Kepala Desa (Kuwu) Kedungwungu, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Sahrudin Baharsyah, menyampaikan bahwa forum musyawarah tersebut sejatinya digelar untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi bersama. Namun, perbedaan pandangan yang tajam membuat suasana pertemuan sempat tidak kondusif dan kembali mengalami kebuntuan.
"Dari tadi kami sudah mencoba komunikasi yang baik. Kami ingin duduk bersama, mencari solusi. Tapi kenyataannya para pedagang tetap bersikap menolak revitalisasi dengan dasar Perdes 2010," ujar Bahar usai pertemuan.
Bahar menegaskan bahwa Perdes 2010 yang menjadi dasar pedagang menolak pasar direlokasi cacat secara hukum. Menurutnya Perdes yang berlaku adalah Perdes yang bernomorkan 02/BPD/Kwd/I/2025.
"Jika pedagang masih mengklaim Perdes tahun 2010 dianggap sah, sama halnya pedagang melawan dengan aturan hukum karena Perdes 2010 sudah cacat hukum, kenapa masih dipertahankan. Silakan itu beresiko sendiri," ungkapnya.
Salah satu perwakilan pedagang, Edi Winata, menilai proses mediasi seharusnya melibatkan unsur pemerintah kecamatan dan kabupaten agar hasil musyawarah memiliki kekuatan komitmen yang lebih kuat.
"Kalau komitmen hanya diucapkan tanpa ada berita acara resmi, khawatir terulang lagi seperti dulu. Kalau ada Pak Camat, sekalian saja dibuat berita acara," ujarnya.
Bahar membenarkan bahwa Camat Anjatan tidak hadir secara langsung dalam audiensi kali ini. Namun, Camat Anjatan telah menyampaikan alasan ketidakhadiran karena ada agenda di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta telah mengutus Kasi Trantib sebagai perwakilan.
Lebih lanjut, Bahar menjelaskan bahwa dasar hukum yang dijadikan pegangan oleh pedagang sebenarnya sudah pernah dikaji oleh instansi terkait, termasuk DPMD dan bagian hukum pemerintah daerah.
"Hasil kajiannya waktu itu sudah jelas dan sudah disampaikan saat pertemuan di ruangan Asisten Daerah (ASDA). Mungkin saja informasi itu tidak sampai ke seluruh pedagang, dan kalau memang pedagang memiliki bukti perjanjian jual beli kios itu seharusnya dibuktikan diforum." jelasnya.
Ia menambahkan, mediasi serupa telah dilakukan beberapa kali namun selalu berakhir tanpa kesepakatan. "Kalau terus seperti ini, kita tidak pernah sampai ke komunikasi yang baik," tegasnya.
Bahar juga menegaskan bahwa Pasar Wanguk merupakan aset desa, sehingga keputusan pengelolaan tidak dapat hanya didasarkan pada keinginan satu kelompok saja. Menurutnya, proses penyusunan Perdes pada saat itu telah melibatkan berbagai unsur masyarakat desa.
"Dalam proses penyusunan Perdes, kami melibatkan pedagang, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen lainnya. Memang saat itu pedagang menolak, tapi tokoh masyarakat dan tokoh agama menyetujui. Maka keputusan itu sah secara musyawarah desa," terangnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pedagang hanya sebagai pengguna fasilitas pasar, bukan pemilik aset. "Kami ini mewakili 11 ribu lebih masyarakat Desa Kedungwungu. Jadi kepentingan desa harus diutamakan. Pasar adalah milik masyarakat desa, bukan individu," ujarnya.
Menyikapi kebuntuan tersebut, pihak desa berencana untuk segera melakukan koordinasi lanjutan dengan pemerintah kecamatan dan kabupaten.
"Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan dan kabupaten untuk mencari langkah selanjutnya. Kami berharap ada jalan keluar terbaik, bukan hanya untuk pedagang, tapi juga untuk seluruh masyarakat desa," pungkas Bahar.
Dalam forum terbuka tersebut sempat terjadi insiden ketika seorang peserta yang diduga bukan pemilik kios/los tiba-tiba maju ke depan dan membentak Kapolsek serta Kuwu. Aksi tersebut memicu ketegangan dan dinilai sebagai bentuk provokasi yang tidak menghargai forum musyawarah.
Meski demikian, mayoritas masyarakat tetap mendukung rencana relokasi pasar. Pemerintah desa bersama BPD, RT/RW, dan tokoh masyarakat menilai penataan pasar penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih tertib dan nyaman bagi aktivitas jual beli.
"Kami ingin solusi yang terbaik. Pemerintah desa sudah membuka ruang dialog. Tapi jangan ada pihak luar yang mencoba memprovokasi atau mengacaukan forum," ujar masyarakat kedungwungu.
Ia menegaskan bahwa proses musyawarah ini mengedepankan asas mufakat dan keterbukaan. "Kami tidak ingin ada pihak-pihak yang bukan pedagang pemilik kios/los ikut memperkeruh suasana. Ini forum resmi, mari kita saling menghargai," tegasnya. (Wira)
0 comments:
Posting Komentar