Meulaboh, BuserPresisi.com , 21 November 2024 - Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Teuku Umar bekerja sama dengan Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR Aceh Barat) menyelenggarakan kegiatan nobar dan diskusi film “17 Surat Cinta” di Aula Cut Mutia, UTU(21/11/24).
Film yang disutradarai oleh Dandhy Laksono ini mengajak penonton menjelajahi sisi lain dari perlindungan lingkungan di Aceh hingga Papua, dan mempertanyakan efisiensi penetapan wilayah konservasi dalam menjaga ekosistem, dan keanekaragaman hayati dari ancaman deforestasi. Dokumenter ini dibuat oleh Ekspedisi Indonesia Baru yang bekerjasama dengan berbagai organisasi lingkungan seperti Auriga Nusantara, Forest Watch Indonesia, YayasanHAkA, Greenpeace Indonesia, Pusaka Bentala Rakyat dan P2LH.
Ketua DPM Universitas Teuku Umar, Dede Rahmat maulana dalam sambutannya menyampaikan harapannya supaya film dokumenter ini memberi pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk terlibat dalam aksi konkrit perlindungan lingkungan di Aceh.
Kegiatan nonton bareng berlangsung haru dan khidmat, beberapa penonton menitikkan air mata menyaksikan bagaimana hutan di Aceh dengan status kawasan konservasi yang artinya wajib dijaga oleh negara, supaya tidak dirusak oleh orang-orang serakah di tanah yang dilindungi negara. Dalam diskusi, peserta menyoroti lemahnya penegakan hukum dan bagaimana mahasiswa dapat berkontribusi untuk turut serta mendukung perlindungan lingkungan, terutama Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang merupakan tempat dengan populasi Orang hutan Sumatera paling padat di planet ini.
Ardi dari tim P2LH Aceh (Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup) sebagai pemantik diskusi menanggapi, “Mahasiswa perlu menyampaikan kabar-kabar terkait lingkungan kepadamasyarakat, mengabarkan bahwa hutan-hutan ini perlu dilindungi untuk keber langsungan hidup kita. Hal ini perlu disampaikan berulang-ulang dan terus dibicarakan oleh mahasiswa, terutama melalui sosial media”. Lebih lanjut, ia menjelaskan film ini hadir karena kurangnya respon pemerintah dalam menindak pelaku perusakanlingkungan terutama yang terjadi di kawasan konservasi. Harapannya, teman-teman mahasiswa dapat turut serta menjaga Suaka Margasatwa Rawa Singkil, salah satu ekosistem Rawa terakhir di Aceh supaya tidak bernasib sama dengan Rawa Tripa.
Mengutip amanah dari Wali Nanggroe Aceh, “Peuseulamat uteun Aceh, sebab uteun nyan nakeuh salah saboh pusaka keuneubah endatu nyan gakanta pulang keuaneuk cucoe di masa ukeu”
Ardi, juga menegaskan pentingnya peran anak muda saat ini menyelamatkan hutan Aceh untuk generasi yangbakan datang melalui ponsel pintar masing-masing.
Salah satu peserta nobar, Charles, mahasiswa Papua yang sedang menempuh pendidikan di UTU juga mengungkapkan, “Sedih sekali, karena kami di Papua sangat bergantung pada alam. Bagi kami, hutan adalah Mama, hutan menyediakan sumber makanan, air, danmenjadi habitat satwa serta tanah yang berharga bagi masyarakat yang menetap di sekitarhutan”
Rama, Komite Pimpinan Wilayah SMuR Aceh Barat menyampaikan alasan melangsungkan pemutaran film ini dikampus supaya mahasiswa mendapat perspektifbaru tentang gambaran kerusakan lingkungan dan dampaknya yang bukan hanya merugikan lingkungan dan satwa namun manusialah yang sebenarnya paling dirugikan. “Cukup sedih melihat saudara kita yang hidup di sekitar hutan, terbatas aksesnya untuk mendapat pendidikan yang layak. Kita juga mahasiswa, pelajar sama seperti mereka”ungkapnya.
Dengan film ini,SMuR Aceh Barat mengajak mahasiswa lebih peduli dengan kondisi lingkungan khususnya hutan Aceh dan dapat menjadi agen perubahan yang berdampak pada masyarakat luas
((M, hasbi))
0 comments:
Posting Komentar